Dec 20, 2012

#Apa itu hostile takeover?


Memahami lebih jauh mengenai konsep hostile takeover.

Dalam artikel ini, akan membicarakan mengenai hostile takeover. Bagaimana Anda memahami lebih jauh tentang konsep "hostile takeover" agar lebih awas tentang siapa lawan dan kawan Anda.

Pernah mendengar istilah mergers and acquisitions atau yang kerap disingkat M&A? Tentu pernah. Kedua kata tersebut menggambarkan bagaimana perusahaan membeli, menjual atau menggabungkan usaha mereka menjadi satu kesatuan. Namun siapakah sebenarnya yang diuntungkan? Bagaimana proses dibalik M&A? Adakah cara mengantisipasinya?

Tidak semua M&A terjadi dengan “damai”. Biasanya kedua budaya perusahaan yang bertabrakan membuat segalanya menjadi sulit. Bahkan terkadang suatu perusahaan dapat mengambil alih perusahaan lain tanpa adanya persetujuan dari pihak yang terkait. Hal inilah yang dinamakan hostile takeover.

Pada sebuah proses merger, seluruh jajaran direksi atau pemilik biasanya memiliki kesepakatan bersama dimana kedua perusahaan melebur menjadi satu entitas baru dan menyatukan baik aset maupun sumber daya lainnya (personnel, alat, paten dan lainnya) untuk meningkatkan kekuatan kompetensi perusahaan baru tersebut.

Sedangkan pada sebuah proses acquisition, yang terjadi adalah suatu perusahaan membeli perusahaan yang lain. Perusahaan yang terbeli dapat ditutup atau menjadi suatu unit usaha dari perusahaan yang membeli. Aset dan sumber daya lainnya menjadi milik si pembeli.

Namun dari kedua proses tersebut, masing-masing jajaran direksi atau pemilik telah menyepakati perjanjian yang merujuk kepada transaksi M&A.

Dalam hostile takeover, akusisi terjadi tanpa kesepakatan dari perusahaan yang terbeli. Bagaimana seseorang dapat membeli sesuatu yang tidak untuk dijual?

Hostile takeover umumnya hanya dapat terjadi kepada perusahaan “terbuka”, dimana saham-saham mereka diperdagangkan dalam sebuah bursa efek. Saham-saham tersebut merujuk kepada kepemilikan, misalkan jika sebuah perusahaan memberikan 1,000 nilai saham untuk diperdagangkan dan saya memiliki 100 dari nilai saham tersebut, berarti saya memiliki 10% perusahaan tersebut. Jika saya memiliki 550 saham, maka saya dapat menguasai jalannya perusahaan tersebut.

Lalu, apa tujuan hostile takeover itu sendiri? PROFIT

Perusahaan yang terbeli biasanya sebuah perusahaan yang memang sangat menguntungkan hingga dapat diperah hingga tidak tersisa. Awalnya tujuan hostile takeover biasanya menguasai pasar (industri sejenis) contohnya Mittal Steel yang nomor 2 dunia yang mengakuisi nomor 1 dunia yang bernama Archelor. Alasannya sederhana: DOMINASI melalui MONOPOLI dan memang benar ujung-ujungnya pun profit.
Metodologi didalam sebuah hostile takeover biasanya dilakukan dengan tender offer dan proxy fight.

Secara singkat gambaran dari tender offer yaitu ketika perusahaan pembeli menawarkan harga diatas market value untuk sejumlah saham secara terbuka sehingga pihak manajemen perusahaan lawan tergiur untuk mengambil keuntungan darinya. Namun yang terjadi biasanya bukan demikian. Perusahaan pembeli mengakusisi perlahan tanpa pengumuman terbuka dan akhirnya memiliki jumlah minimum untuk menguasai perusahaan lawan. Inilah yang dinamakan creeping tender offer.

Sedangkan melalui proxy fight, perusahaan pembeli tidak mencoba membeli saham perusahaan lawan. Perusahaan pembeli mencoba meyakinkan perusahaan lawan untuk vote out jajaran manajemen dan direksi agar jajaran yang baru menyetujui takeover. Istilah proxy disini dapat diartikan perusahaan pembeli menunjuk “wakil” didalam perusahaan yang akan diakusisi. Praktek seperti inilah yang biasanya dilakukan, bahkan dapat terjadi kepada perusahaan yang tidak terbuka. Proxy fight menjadi metodologi yang sangat populer karena dapat menerobos benteng pertahanan lawan tanpa harus menyerang secara frontal.

Tentu banyak cara untuk perusahaan Anda dapat mengantisipasi hostile takeover. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dipelajari:

Golden Parachute
Memberikan bonus atau pilihan saham kepada jajaran direksi atau direktur utama jika perusahaan tersebut terakusisi. Dengan begitu maka nilai akusisi menjadi sangat tinggi dan tidak menarik bagi perusahaan pembeli.
Dual Class Stock
Memberikan voting stock hanya kepada pemilik perusahaan dan melepaskan saham lainnya yang bukan voting stock kepada publik. Dengan itu, investor hanya dapat membeli saham yang tidak berhubungan dengan manajemen perusahaan.
Spin-off
Divisi yang menjadi target akusisi perusahaan, misalkan R&D, sehingga membuat keinginan perusahaan pembeli untuk mengakusisi menjadi lebih sedikit.
Supermajority
Dimana suatu perusahaan memerlukan 70% atau 80% dari seluruh pemegang saham untuk menyetujui sebuah proses M&A.
Flip-in
Kesepakatan untuk pemegang saham lama untuk membeli jumlah saham lebih dengan harga diskon. Namun flip-in hanya dilakukan pada saat dimana hostile takeover akan terjadi. Harga saham keseluruhan pun menjadi lebih murah dikarenakan masuknya saham-saham diskon memasuki total pool of shares.

Seperti apakah hostile takeover yang terjadi di dunia nyata?

Pada umumnya, ketika perusahaan pembeli menawarkan harga premium, maka perusahaan terakusisi pun “legowo” memberikannya. Maka perusahaan pembeli biasanya berhutang untuk membeli saham berjumlah mayoritas, sehingga menjatuhkan nilai valuasi perusahaan pembeli itu sendiri

Beberapa ekonom terkenal mengatakan bahwa hostile takeover biasanya berdampak negatif bagi perekonomian, karena it most probably failed. Ketika suatu perusahaan mengakusisi perusahaan lain, jajaran manajemen belum tentu mengerti tentang pasar maupun teknologi yang digunakan oleh perusahaan terakusisi. Lihat saja yang terjadi dengan Telkom ketika mengakusisi perusahaan teknologi lainnya seperti Plasa.com atau Sigma. Sampai ada istilah: “Semua perusahaan yang diakusisi Telkom akan bernasib buruk nantinya.”

Hutang yang diambil oleh perusahaan pembeli untuk mengakusisi akan mengakibatkan pertumbuhan yang lambat dan konsolidasi berdampak kepada pemecatan masal, atau eksodus masal.

Artikel ini di kutip semua dari http://www.talkmen.com/articles/read/139/menguasai-perusahaan-secara-paksa/